Senin, 20 April 2015

Gunung Limo

                 Gunung Limo adalah sebuah gunung yang terletak di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur. Gunung Limo dapat diakses melalui terminal Arjowinangun menuju Desa Kebonagung,Desa GawangDesa Sidomulyo, dan Desa Mantren.
                Jalur pendakian Gunung Limo diawali sebuah pintu batu yang sangat sempit sehingga pendaki harus berjalan miring, setelah itu di bagian dekat puncak akan ditemui batu Pongaan. Di batu Pongaan tersebut pengunjung atau pendaki dapat melihat bebas wilayah-wilayah pedesaan dan perkotaan yang terletak di bawahnya.

     Upacara adat Tetaken merupakan sebuah wujud kebudayaan hasil karya manusia yang
berlatar belakang sastra lisan mengenai cerita rakyat, Ki Tunggul Wulung, Ki
Brayut, dan Ki Tiyoso. Dan dalam unsur pertunjukan upacara adat Tetaken
terdapat unsur-unsur yang memenuhi kriteria folklore.

             adat Tetaken merupakan cerminan budaya masyarakat di sekitar Gunung Limo yangsekaligus menjadi setting upacara adat Tetaken. Karena memang upacara adat
Tetaken memiliki kaitan historis dengan Gunung Limo.

             Cerita dimulai dimana saat kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan yang menjadi
Raja Majapahit adalah Brawijaya V, dimana Putra Brawijaya V menikah dengan
seorang putri Cina dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, bila orang Jawa
menikah dengan orang Cina maka orang Jawa tersebut akan kalah dalam segala hal.
Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk
berjaga-jaga bila hal tersebut atau huru-hara tersebut benar-benar terjadi.
Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V
menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi di Gunung Lawu. Ki Tunggul Wulung
berangkat ke Gunung Lawu setelah menerima arahan Brawijaya V, sesampainya di
Gunung Lawu, Ki Tunggul Wulung bertemu dengan Pandito atau seseorang yang
sakti.


            Saat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir utara Pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki Tunggul Wulung yaitu Ki
Brayut, Ki Buwono Keling, Ki Tiyoso. Namun, mereka berempat bukan Saudara
Kandung melainkan Saudara satu perguruan. Ki Brayut, Ki Buwono Keling dan Ki
Tiyoso melarikan diri ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya


        Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah
bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan Alas
Wengker Kidul. Seampainya di Wengker Kidul perjalanan mereka dibagi
menjadi  tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah utara, Ki Tiyoso lewat
pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah hutan.


         Singkat cerita Majapahit mengalami huru-hara besar dan Ki Tunggul Wulung  turun
gunung, namun beliau tidak bisa memadamkan huru-hara tersebut kemudian Ki
tunggul Wulung memutuskan untuk mencari ketiga Saudaranya dengan
meminta petunjuk dari Sang Guru namun Sang Guru dalam
keadaan kritis dan dalam hembusan nafas terakhirnya ia berpesan untuk
menggali makam dengan tongkatnya.


       Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga saudaranya dan 
sampailah ditempat yang dinamakan Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang
berjajar empat ( tidak lima bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia
mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung tersebut, namun
sesampainya di gunung tersebut ia tidak bertemu saudaranya.



       Gugusan gunung yang berjumlah lima salah satunya adalah tempat untuk bertapa atau bersemedi atau juga teteki. Dikisahkan pula Kyai Tunggul Wulung adalah
orang pertama yang membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo
untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan seperti tangga
(ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan lebat, tebing yang terjal
serta Selo Matangkep.


          Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu besar yang hanya cukup
dilewati sebadan orang saja, dipintu masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya
apabila ada pengunjung yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya,
sementara itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati
mustahil ia berbadan besar maupun kecil bisa melewatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar